Selasa, 24 April 2012

Bank Syariah Bukopin Belum Minat Terbitkan Sukuk Iwan Supriyatna - Okezone

Senin, 23 April 2012 14:26 wib
Ilustrasi. (Foto: okezone)
Ilustrasi. (Foto: okezone)
JAKARTA - PT Bank Syariah Bukopin belum berminat untuk menerbitkan sukuk. Bank ini lebih tertarik untuk membeli sukuk dari perusahaan lain.

"Untuk saat ini belum ada penerbitan sukuk, kami justru ingin membeli," ujar Direktur Utama Bank Syariah Bukopin Riyanto usai pembukaan cabang baru Bank Syariah Bukopin di Kelapa Gading, Jakarta Barat, Senin (23/4/2012).

Bukopin Syariah justru tengah mencari sukuk sebagai alternatif produk yang dimiliki perbankan berbasis syariah tersebut. Riyanto mengatakan Bukopin Syariah tengah mengelola sukuk senilai Rp10 miliar.

Pada Februari lalu, Bukopin Syariah juga bekerja sama dengan PR Andalan Artha Advisindo Sekuritas untuk penjualan sukuk ritel negara Seri SR-004. Posisi Bukopin Syariah sebagai sub agen penjualan, dalam hal ini Bukopin Syariah ingin menambah pengelolaan sukuk senilai Rp50 miliar. "Rencananya Bukopin syariah mengincar sukuk pemerintah, kalau sukuk pemerintah sudah jelas ratingnya," terang Riyanto.

Ke depannya, Riyanto berharap, Bukopin Syariah bisa mengelola sukuk dengan jumlah yang lebih besar lagi. Bagi Bukopin Syariah, sukuk akan sangat bermanfaat bagi peningkatan fee based income. Tercatat Per Maret 2012 dana pihak ketiga Bukopin Syariah meningkat sekitar 42,68 persen, yaitu dari Rp1,5 Triliun menjadi Rp2,24 triliun.

Total pembiayaan Bukopin Syariah juga mengalami peningkatan dari Rp1,496 Triliun menjadi Rp2,024 Triliun. Pembiayaan terbesar berasal dari perdagangan, yaitu sekitar 40 persen dari total pembiayaan, sisanya berasal dari pendidikan dan kesehatan.

Total aset Bukopin Syariah saat ini adalah Rp2,685 Triliun dengan posisi CAR 14,62persen. Riyanto menyebutkan Bukopin syariah terus berupaya menjaga CAR di atas 12 persen. (wdi)

Minggu, 15 April 2012

Bakal Ada Calon Bank Syariah Baru

TRIBUNNES,COM  JAKARTA.

Industri perbankan syariah nasional bakal kedatangan pemain baru. Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengungkapkan akan ada beberapa calon bank baru yang bergerak secara penuh di sektor syariah.

"Mereka sudah memberi tahu kami. Sudah ada rencananya. Kami juga sudah melihat secara informal, nanti mereka akan sampaikan secara formal," ungkap Halim saat menyampaikan materi dalam Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Jumat (13/4/2012).

Halim menyebut salah satu bank syariah baru itu nanti merupakan milik dari sebuah bank umum nasional. Namun, ia belum mau membeberkan nama bank tersebut dan kapan bank tersebut akan mulai beroperasi sebagai bank syariah baru.

Sekedar informasi, sebelumnya Direktur Kepatuhan Bank Tabungan Negara Tbk (BTPN) Anika Faisal menuturkan BTPN berencana mengakuisisi bank umum untuk dikonversi menjadi bank syariah. Saat ini BTPN masih mengkaji hal tersebut dan menargetkan bisa merampungkannya tahun ini.

Selain investor lokal, BI juga tengah melakukan kajian terkait keinginan beberapa investor asing untuk bisa masuk ke perbankan syariah Indonesia. Di antaranya, investor dari Timur Tengah. Ketertarikan mereka, kata Halim lantaran potensi perbankan syariah di Indonesia cukup besar.

Berdasarkan riset yang dilakukan Global Islamic Financial Report tahun 2011, indeks potensi/iklim pengembangan keuangan syariah Indonesia berada di urutan keempat setelah Iran, Malaysia, dan Arab Saudi. Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam tahun 2012/2013.

Hal ini karena melihat pola pengembangan keuangan syariah di Indonesia lebih didorong pasar (market driven) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di sektor riil. Berbeda dengan di Iran dan Malaysia yang sangat didominasi peranan pemerintah, serta Arab Saudi yang lebih didorong kelebihan keuntungan industri minyak mentah.

Saat ini terdapat 11 bank umum syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 Bank Perbankan Rakyat Syariah (BPRS).

Perbankan Syariah Indonesia Terbesar ke-4 Dunia

BOGOR, (PRLM).- Wakil Presiden Boediono mengatakan, aset perbankan syariah Indonesia saat ini menduduki peringkat keempat di dunia, setelah Iran, Malaysia, dan Arab Saudi. Total aset perbankan syariah Indonesia per akhir 2011 mencapai lebih dari Rp 140 triliun.
"Dalam catatan saya rata-rata pertumbuhan perbankan syariah di dunia sekitar 10 hingga 15 sementara pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai rata-rata 40 persen," katanya saat Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) 2012 di Bogor, akhir pekan lalu.

Wapres mengatakan, pertumbuhan saham syariah, sukuk dan reksadana syariah juga sangat menggembirakan. Kapitalisasi saham syariah hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 1.414 triliun dan outstanding sukuk mencapai lebih dari Rp 5,4 triliun.

Dengan pencapaian ini, kata Boediono, pemerintah terus melakukan berbagai upaya agar ekonomi bisa tumbuh dengan baik. "Selain itu pemerintah juga menciptakan kesempatan yang makin merata bagi semua warga negara untuk tumbuh dan berkembang sesuai kemampuannya," katanya.

Dikatakan, pemerintah akan terus melakukan penanggulangan kemiskinan dengan menyediakan bantuan langsung di bidang pendidikan, kesehatan, penyantunan sosial kepada masyarakat kurang mampu maupun dengan mendukung usaha kecil dan menengah. "Hal tersebut dilakukan melalui berbagai program yang dapat membantu percepatan kemampuan mereka untuk berkembang dan mandiri," katanya.

Wapres Boediono meminta organisasi tersebut terus melakukan kegiatan nyata khususnya dalam bidang pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia. Seiring dinamika sosial saat ini LDII diminta ikut membantu pemerintah dalam mendorong pembangunan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Ketua Umum LDII Abdulah Sam, Indonesia masih bergelut dengan angka kemiskinan yang tinggi. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (HDI) Tahun 2011 menunjukan berada diurutan ke-124, atau berada di posisi menengah padahal Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. (A-78/A-89)***

Rabu, 11 April 2012

BI Siapkan 6 Kebijakan Bank Syariah di 2012

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyiapkan enam kebijakan khusus perbankan syariah di 2012. Bank sentral mengedepankan prinsip prudentiality (kehati-hatian) dan good governance dalam industri perbankan syariah.

Demikian disampaikan Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E. Siregar di Jakarta, Minggu (8/1/2012).

Dipaparkan Mulya, arah kebijakan yang pertama adalah penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor ekonomi produktif. Kedua, pengembangan dan pengayaan produk lebih terarah. Ketiga, peningkatan sinergi dengan bank induk dengan tetap mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis syariah.

“Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada parity and distinctiveness merupakan arah kebijakan keempat. Kelima, peningkatan good governance dan pengelolaan risiko. Keenam, penguatan sistem pengawasan,” jelas Mulya.

Ia menceritakan, pertumbuhan bisnis perbankan syariah sendiri terus meningkat dari tahun ke tahun. Sampai akhir November 2011, total aset perbankan syariah mencapai Rp 135,9 triliun, naik 35,55% dalam setahunan dibanding November 2010 sebesar Rp 100,26 triliun.

Dari sisi pembiayaan tercatat mencapai Rp 102,11 triliun, tumbuh 45,37% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 70,24 triliun. Sementara dana pihak ketiga (DPK) naik 38,28% dari Rp 77,64 triliun menjadi Rp 107,36 triliun.

“NPF (non performing finance) gross mengalami penurunan dari 3,12% menjadi 2,85%. Ini menunjukkan kualitas pembiayaan lebih terjaga,” kata Mulya.

Sempurnakan Aturan Pasar Uang Antar Bank Syariah

Pada kesempatan yang sama bank sentral menilai peranan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) belum memuaskan sebagaimana namanya, untuk itu bank sentral melakukan penyempurnaan aturan main.

Pada 4 Januari 2012, bank sentral menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/1/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 9/5/PBI/2007 Tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.

“Teknis pelaksanaannya akan diatur dalam SE (Surat Edaran) Nomor 14/1/DPM tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah,” kata Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah.

Ada dua hal utama yang disempurnakan bank sentral untuk meningkatkan gairah perbankan syariah dalam memanfaatkan PUAS sebagai alat memeroleh tambahan likuiditas.

Pertama, jelas Difi, dalam ketentuan penggunaan SIMA (Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank) untuk melancarkan proses transaksi di PUAS, BI memberi kelonggaran untuk penggunaan underlying portofolio yang berpendapatan tetap saja (fix rate) sehingga akan mempercepat pengitungan return.

“Ini kalau butuh likuiditas melalui PUAS, itu buat SIMA, underlyingnya dulu portofolio full pembiayaan. Ada yang akad murabahah (fix return), mudarabah (bagi hasil) dan musyarakah, sehingga proses pengitungan return-nya menjadi lama bisa sebulan,” tuturnya.

Bank sentral juga menyiapkan instrumen baru berbasis komoditas yang nantinya bisa digunakan sebagai instrumen dalam melakukan transaksi di PUAS. Adapun saat ini underlying komoditas yang bisa digunakan masih terbatas pada komoditas kakao, mete dan kopi, sesuai dengan izin Bapebti (Badan Pengawas Bursa Berjangka dan Komoditi).

(dru/dru)