Jakarta -
Bank Indonesia (BI) menyiapkan enam kebijakan khusus perbankan syariah di 2012. Bank sentral mengedepankan prinsip prudentiality (kehati-hatian) dan good governance dalam industri perbankan syariah.
Demikian disampaikan Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E. Siregar di Jakarta, Minggu (8/1/2012).
Dipaparkan
Mulya, arah kebijakan yang pertama adalah penguatan intermediasi
perbankan syariah kepada sektor ekonomi produktif. Kedua, pengembangan
dan pengayaan produk lebih terarah. Ketiga, peningkatan sinergi dengan
bank induk dengan tetap mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis
syariah.
“Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada
parity and distinctiveness merupakan arah kebijakan keempat. Kelima,
peningkatan good governance dan pengelolaan risiko. Keenam, penguatan
sistem pengawasan,” jelas Mulya.
Ia menceritakan, pertumbuhan
bisnis perbankan syariah sendiri terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sampai akhir November 2011, total aset perbankan syariah mencapai Rp
135,9 triliun, naik 35,55% dalam setahunan dibanding November 2010
sebesar Rp 100,26 triliun.
Dari sisi pembiayaan tercatat mencapai
Rp 102,11 triliun, tumbuh 45,37% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp 70,24 triliun. Sementara dana pihak ketiga (DPK)
naik 38,28% dari Rp 77,64 triliun menjadi Rp 107,36 triliun.
“NPF
(non performing finance) gross mengalami penurunan dari 3,12% menjadi
2,85%. Ini menunjukkan kualitas pembiayaan lebih terjaga,” kata Mulya.
Sempurnakan Aturan Pasar Uang Antar Bank Syariah
Pada
kesempatan yang sama bank sentral menilai peranan Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) belum memuaskan sebagaimana namanya,
untuk itu bank sentral melakukan penyempurnaan aturan main.
Pada 4
Januari 2012, bank sentral menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 14/1/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 9/5/PBI/2007
Tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.
“Teknis
pelaksanaannya akan diatur dalam SE (Surat Edaran) Nomor 14/1/DPM
tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah,” kata Kepala
Biro Humas BI Difi A. Johansyah.
Ada dua hal utama yang
disempurnakan bank sentral untuk meningkatkan gairah perbankan syariah
dalam memanfaatkan PUAS sebagai alat memeroleh tambahan likuiditas.
Pertama,
jelas Difi, dalam ketentuan penggunaan SIMA (Sertifikat Investasi
Mudarabah Antarbank) untuk melancarkan proses transaksi di PUAS, BI
memberi kelonggaran untuk penggunaan underlying portofolio yang
berpendapatan tetap saja (fix rate) sehingga akan mempercepat
pengitungan return.
“Ini kalau butuh likuiditas melalui PUAS, itu
buat SIMA, underlyingnya dulu portofolio full pembiayaan. Ada yang akad
murabahah (fix return), mudarabah (bagi hasil) dan musyarakah, sehingga
proses pengitungan return-nya menjadi lama bisa sebulan,” tuturnya.
Bank
sentral juga menyiapkan instrumen baru berbasis komoditas yang nantinya
bisa digunakan sebagai instrumen dalam melakukan transaksi di PUAS.
Adapun saat ini underlying komoditas yang bisa digunakan masih terbatas
pada komoditas kakao, mete dan kopi, sesuai dengan izin Bapebti (Badan
Pengawas Bursa Berjangka dan Komoditi).
(dru/dru)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar